Polemik Rotasi AKD Gara-gara Pimpinan DPRD Riau Kurang Piawai Berkomunikasi?

Rabu, 11 Mei 2022

PANTAU PEKANBARU - DPRD Provinsi Riau kembali menjadwalkan Rapat Paripurna dengan agenda Rotasi Alat Kelengkapan Dewan (AKD) dilaksanakan pada Rabu (11/5/2022) besok.

Paripurna AKD DPRD Riau selalu tertunda karena ada tarik-ulur kepentingan dalam pembagian 'jatah' AKD di gedung dewan tersebut.

Untuk diketahui polemik AKD bermula saat berakhirnya AKD DPRD Riau di 2,5 tahun sesuai regulasi pada tanggal 10 April lalu, dan hari 'kocok ulang' untuk 2,5 tahun sisa masa jabatan 2019 – 2024 yang tak kunjung diakukan.

Kemudian, 6 fraksi DPRD Riau yakni PKB, PDIP, PKS, PAN, Golkar, dan Gabungan (PPP, Nasdem, Hanura) mendesak pimpinan DPRD Riau untuk menggesa paripurna karena saat ini AKD juga tidak berlaku lagi sampai kocok ulang selanjutnya.

Kemudian, pada tanggal 21 April, digelar Banmus dipimpin oleh Waka DPRD Riau, Syafaruddin Poti, dan diputuskan bahwa paripurna digelar pada 28 April atau pada hari terakhir kerja sebelum lebaran lalu. Namun, saat hari H, ternyata paripurna dibatalkan. Dan informasi yang dirangkum, hal ini dikarenakan Banmus yang sebelumnya dilaksanakam ternyata tidak sesuai regulasi, dan akhirnya diputuskan untuk di-Banmuskan ulang sampai ditetapkan besok sebagai jadwal paripurna.

Menganalisa polemik dalam rotasi AKD tersebut, Pengamat Politik dari Universitas Islam Riau (UIR), Panca Setya Prihatin, kepada CAKAPLAH.com mengatakan bahwa ada dua hal yang menjadi penyebab polemik rotasi AKD di DPRD Riau tersebut.

Pertama harusnya masa jabatan AKD mengikuti aturan Peraturan Pemerintah nomor 12 tahun 2018, itu menjadi rujukan formal. Dan yang kedua adalah alasan politis yang seringkali mengabaikan aturan.

Panca mengatakan, bahwa lembaga politik bersifat kolektif kolegial. Akan tendensius jika menyalahkan lambatnya proses ini karena ketua DPRD. Namun demikian, harus ada kepiawaian dari sosok Ketua DPRD dan para wakilnya untuk mengharmonisaskan di internal legislatif tersebut.

"Peran ketua dan pimpinan DPRD itu harus piawai dalam berkomunikasi (dengan anggota dewan,red). Kan ada fungsi komunikasi politik. Itu yang saya lihat sedikit tersumbat. Padahal agenda politik itu yang harus komunikasikan setiap hari, pergeseran kepentingan dan segala macam," kata Panca.

"Saya kira yang kurang dari DPRD hari ini adalah komunikasi politik, saya tak melihat DPRD begitu kuat, karena masing-masing mereka sudah nyaman dengan mainnya sendiri-sendiri. Padahal konsepnya kelembagaan DPRD bisa mengawasi kinerja pemerintah, mengawasi peraturan daerah yang terbengkalai," cakap Panca.

Lebih jauh, Panca menyarankan, setelah paripurna ketok palu AKD nantinya, dan menjadi keputusan politik formal, maka harus bisa melepaskan egosentral masing - masing kubu.

Panca mengakui, pasti ada yang tidak senang dalam sebuah keputusan politik. Ia mengatakan, bagi yang sudah dikompromikan saja pasti ada yang merasa ditinggalkan. Apalagi, dengan kondisi saat ini ada komunikasi yang tersumbat.

"Maka dari itu, seharusnya memang kepiawaian ini yang kita tunggu, dengan cairnya komunikasi politik di lembaga politik," tukasnya.***