Artikel

Sudah Tahu Asal-Usul Julukan Paris van Java untuk Kota Bandung? Simak Yuk!

Bragaweg, pusat Parijs van Java (Dok: KITLV©2022 Merdeka.com)

PANTAU JAKARTA - Berawal dari kata-kata promosi dari seorang pedagang berdarah Yahudi, berkembang menjadi pusat fesyen sebenarnya di Pulau Jawa.

Julukan 'Bandung, Paris van Java' terlanjur dikenal dari masa ke masa. Kata-kata itu semakin populer jika ada perhelatan atau program terkait pariwisata di Kota Bandung.

Sebagian besar orang tak mengetahui dari mana kalimat berbau iklan itu muncul kali pertama. Yang jelas, julukan 'Paris van Java' terkesan sangat keren, laiknya julukan 'Swis van Java' untuk Garut dan 'Paris van Oost Java' untuk Kota Malang.

Ada kesalahkaprahan dalam kalimat-kalimat julukan tersebut. Menurut Ridwan Hutagalung, semua penamaan itu sejatinya 'tidak konsisten' dan tidak tepat. Menurut pemerhati sejarah Kota Bandung itu, jika mengikuti kaidah bahasa Belanda dan kata Paris seharusnya ditulis sebagai Parijs, sesuai ejaan bahas Belanda.

"Kalau tetap mau menggunakan kata Paris ya bagusnya jadi Paris of Java. Itu lebih tepat," ungkap Ridwan dikutip merdeka.com

Dipopulerkan Belanda sebagai Taktik Dagang

Penamaan 'Parijs van Java' untuk Kota Bandung kali pertama dipopulerkan oleh orang-orang Belanda. Menurut sejarawan Haryoto Kunto, istilah itu muncul dari seorang pedagang berdarah Belanda keturunan Yahudi bernama Roth.

"Jukukan itu diadakan untuk mempromosikan dagangannya di pasar malam tahunan Jaarbeurs (sekarang Jalan Aceh) pada 1920, Roth mempopulerkan kalimat Parijs van Java," tulis Kunto dalam buku Wajah Bandoeng Tempo Doeloe.

Roth yang merupakan pemilik toko meubel dan interior itu, berkepentingan untuk mempopulerkan istilah Parijs van Java bagi Kota Bandung. Mengaitkan Paris dengan Bandung adalah cara yang jitu dalam taktik berdagang. Bisa jadi itu yang dikenal saat ini sebagai 'branding'.

Paris sendiri sudah sejak lama dikenal sebagai kiblat mode dunia. Bagi para konsumen dan penggila fesyen, ibu kota Prancis tersebut merupakan nama yang mengandung gengsi tersendiri. Begitu pula di era kolonial, Paris adalah impian para sinyo dan noni Belanda.

"Slogan itu semakin popular setelah Karel Albert Rudolf Bosscha (1865-1928), konglomerat perkebunan terkemuka di Hindia Belanda, sering mengutip istilah tersebut dalam berbagai kesempatan pidato di depan masyarakat Bandung" tulis Ridwan Hutagalung dan Taufanny Nugraha dalam Braga Jantung Parijs van Java.

Ridwan juga meyakini pengibaratan Bandung sebagai Paris-nya Pulau Jawa muncul karena adanya perkembangan pesat mode di Paris sendiri yang kemudian diikuti secara antusias oleh orang-orang berpunya di Bandung. Sebut saja diantaranya adalah seni arsitektur, yang menerapkan art deco sebagai acuan. Hampir di se-antero kota Bandung, gaya bangunan tersebut diterapkan.

"Contoh yang paling terkemuka adalah Gedung Hotel Preanger dan Savoy Homan," ujar Ridwan.

Pada zamannya, selera fesyen orang-orang Bandung memang 'sangat Paris'. Begitu tergila-gilanya dengan produk Paris, hingga di Bandung pada era 1900-an diadakan sebuah toko bernama Aug. Hegelsteens Kledingmagazijn (terletak di kawasan Jalan Braga), yang merupakan tempat orang-orang Bandung ingin tampil 'lebih terkini'.

Demi untuk lebih berbau Paris, pebisnis A. Makingga pada 1913 kemudian mengubah namanya menjadi lebih Prancis: Au Bon Marche Modemagazijn. Sejak itulah, busana dengan trend mode terbaru dari pusat mode di Paris akan segera dipajang di toko tersebut.

Kebonafitan Au Bon Marchel tercermin dalam setiap iklan mereka di majalah-majalah. Di sana mereka menawarkan aneka mode berbahan sutera lembut dengan pilihan desain motif bunga dan sandang bergaya elegan. Di sebuah iklannya tertulis: wij brengen steeds de laatse mode ( artinya: kami selalu menyajikan mode terbaru).

"Si calon pembeli kemudian diyakinkan dengan tambahan kalimat: zie geregeld onze etalages" ( artinya: lihatlah etalase kami yang tersusun rapi)," tulis Ridwan.

Keglamoran toko Au Bon MarcheI Modemagazijn ditandai dengan harga barang-barang dagangannya yang selangit. Hal itu tentu wajar saja mengingat pakaian yang dipajang di etalase toko tersebut adalah mode kelas satu yang sebagian besar diimpor dari Prancis.

Dikatakan jika melewati etalasenya, orang-orang kebanyakan akan tercengang dengan harga-harga yang tertera. Bagi orang Bandung yang tak berpunya, Au Bon Marchel Modemagazijn hanyalah mimpi belaka karena harga-harganya yang tak terjangkau itu. Sebenarnya hal itu sangat ironis jika mengacu kepada arti bon marche sendiri adalah 'belanja murah meriah'.***

 




[Ikuti PANTAURIAU.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar

Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 0813 6366 3104
atau email ke alamat : pantauriau@gmail.com
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan PANTAURIAU.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan