Eksbis

Inovasi Tiada Henti di Tengah Pandemi dan Ancaman Resesi Ekonomi, Lingkungan Hidup Lebih Terjaga Cuan pun Lebih Terjamin

F Comrel PT KPI RU II untuk yon rizal solihin Sejumlah pekerja fPT KPI RU II foto bersama usai melakukan ekspor perdana BBM ramah lingkungan rendah sulfur untuk kapal di Pelabuhan Sungai Pakning, Ahad (17/7)

BEBERAPA pekerja PT Kilang Pertamina Internasional (PT KPI) Refinery Unit (RU) II Sungai Pakning lalu lalang disekitar pelabuhan laut di areal perusahaan plat merah itu, Ahad (17/7). Kendati tanggal merah, namun kesibukan tidaklah kalah dengan hari kerja biasanya. Maklum, hari itu ekspor perdana produk Low Sulphur Fuel Oil (LSFO).

    Ya, sebanyak 200 Mega Barrel (MB) produk bahan bakar kapal ramah lingkungan, LSFO V-1250, hasil produksi perusahaan yang berdiri 10 Desember 1957 itu akan dikapalkan MT Sanggau dengan tujuan negeri jiran Malaysia.

    Selain menjadi kebanggaan jelas kegiatan ekspor ini menambah pundi-pundi perusahaan atau devisa Negara di tengah besarnya impor Bahan Bakar Minyak (BBM) menyusul tingginya konsumsi BBM di negeri yang berpenduduk lebih 250 jiwa itu.

    Catatan penulis, meski dalam kurun waktu dua tahun terakhir ini Indonesia dan dunia dilanda pandemi Covid-19, namun tidak menyurutkan PT KPI) Refinery Unit (RU) II Dumai dan Sungai Pakning terus-menerus melakukan berbagai inovasi terbilang membanggakan. Sebut saja smooth fluid 02 (SF-02) reborn dan middle distillate fuel (MDF), yang ditandai dengan loading perdana produk MDF sebanyak 6.000 BbL ke kapal MT Karmila, Senin (15/8). Kesemuanya adalah BBM dikenal ramah lingkungan.

     Seperti diketahui produk ramah lingkungan, efek rumah kaca dan sebagainya menjadi isu hangat dan terbilang ‘sexsi’ terlebih untuk sejumlah komoditas tidak terkecuali BBM. Tak jarang Negara-negara maju atau konsumen menjadikan isu ini untuk ‘mengjegal’ produk Negara lain untuk masuk ke teritorial mereka.

      Kendati begitu, kesadaran publik ini dipicu terjadinya perubahan iklim global termasuk mencairnya es di kutub utara dan selatan plus kian menipisnya ozon yang ditengarai menjadi biang keroknya sejumlah persoalan di dunia seperti kesehatan, lingkungan dan sebagainya. Alih-alih, para konsumen jeli dan antisipatif terhadap semua produk terlebih dinilai tidak ramah lingkungan.

Rekomendasi IMO

    Tidaklah mengherankan bagi sebagian publik di tanah air Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Low Sulphur Fuel Oil (LSFO) V-1250 terbilang asing di telingan mereka. Maklum, dibenak mereka lebih familiar dengan BBM sebut saja Pertamak, Pertalite, Solar dan Premium. Wajar, mengingat sehari-hari mereka kerap melintas di Stasiun Pengisian Bahan bakar Umur (SPBU) atau memberi "minum" kendaraan mereka agar tak mogok di tengah jalan.

Tak hanya itu, mereka pun tidak bakalan menemukan BBM jenis ini di SPBU, kenapa? Ya, karena bahan bakar ini diperuntukan buat kapal notabene tidak diperoleh atau didapat di SPBU, misalnya.

Sesuai dengan namanya low sulphur fuel oil (LSFO), BBM ini mengandung sulfur atau belerang sekitar 0,5 persen. Tingkat kandungan sulfur itu sesuai dengan syarat International Maritime Organization (IMO) dan mulai berlaku sejak 1 Januari 2020 untuk kapal-kapal yang berlayar di seluruh dunia.

Tak banyak yang tahu, siapa sangka Indonesia telah menerapkannya lebih awal, yaitu sejak Oktober 2019 untuk seluruh kapal yang berlayar di perairan dalam negeri. Bahan bakar kapal laut ramah lingkungan itu menjadi penggerak mesin utama kapal dengan putaran rendah.

Berbekal rekomendasi IMO, PT Pertamina (Persero) melalui anak perusahannya dinilai sejumlah kalangan menangkap peluang emas itu. Paling tidak, kilang milik perusahaan plat merah itu, sebut saja Dumai, Sungai Pakning, Balikpapan, Plaju dan lainnya memproduksi BBM jenis ini. Alih-alih banyak dicari oleh konsumen luar negeri karena kandungan sulfurnya rendah. Ini selaras dengan upaya transisi menuju energi hijau yang terus digaungkan dunia internasional. Sebelum aturan ini, sulfur di dalam minyak kapal bisa mencapai 3,5 persen. Pengurangan 3 persen ini diperkirakan bisa mengurangi emisi dari gas buang mesin kapal hingga 77 persen. Sebuah persentase terbilang besar. Bisa dibayangkan andai saja kapal-kapal itu masih menggunakan BBM konvesional berapa kadungan polutan yang merusak tersebar di langit kita?

Dengan begitu diharapkan dampak negatif sulfur atau belerang pada kesehatan manusia, terutama yang tinggal di daerah pantai atau perairan dengan lalu lintas kapal bisa diminimalisir.

Bukan rahasia umum lagi, sulfur oksida yang dilepaskan ke udara sebagai gas buang dapat menjadi pemicu hujan asam bila bereaksi dengan uap air. Sulfur oksida dapat menyebabkan iritasi saluran pernapasan, menyebabkan batuk, sesak napas, dan asma. Ini aspek yang meganggu kesehatan manusia. Belum lagi ancaman hujan asam jelas ini berpegaruh terhadap flora dan fauna serta hutan sebagai paru-paru dunia.

    Lantas, seperti apa produk BBM kapal ramah lingkungan yang diproduksi Kilang Pertamina? Informasi yang diperoleh dari Communication, Relation & CSR PT KPI RU II menjelaskan bahwa bahan baku untuk pembuatan LSFO V-1250 berasal dari residu atau ampas dari fraksi-fraksi penyulingan minyak mentah di kilang.

    Disisi lain, animo pasar mancanegara terhadap produk yang dihasilkan kilang Pertamina terbilang besar dan signifikan. Ini sekaligus adalah bukti bahwa produk perusahaan yang memiliki visi menjadi perusahaan energi nasional kelas dunia diakui memenuhi standar internasional. Dilaporkan tingginya permintaan yang cenderung kian bertambah membuat Pertamina akan melakukan pengiriman ke luar negeri setiap bulan.

Tak hanya Kilang Pertamina RU II Dumai dan Sei Pakning, PT KPI RU V Balikpapan, PT KPI RU III Plaju juga mulai mengekspor produk Marine Fuel Oil (MFO) rendah sulfur. Dengan kualitas produk yang telah memenuhi standar IMO, tentunya. Produk MFO Low Sulphur 180 centistoke (cSt) ini mampu bersaing untuk memasuki pasar internasional dan siap memberi kontribusi nyata dalam distribusi energi, jasa, dan komoditas terlebih sektor maritim di tanah air dan mancanegara.

LSFO sendiri merupakan bahan bakar kapal yang telah memenuhi regulasi marine polution serta peraturan Direktorat Jenderal (Dirjen) Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, yaitu memiliki kekentalan atau viskositas hingga maksimal 180 centistokes (cSt) pada temperatur 50 C. Bahan bakar ini digunakan kapal yang menggunakan mesin diesel putaran rendah dengan kandungan sulfur dibatasi maksimum 0.5 persen.

Selain itu, kewajiban penggunaan bahan bakar low sulfur ini tertuang pada Surat Edaran (SE) Dirjen Perhubungan Laut No. SE 35 Tahun 2019 Tentang Kewajiban Penggunaan Bahan Bakar Low Sulfur dan Larangan Mengangkut atau Membawa Bahan Bakar yang Tidak Memenuhi Persyaratan serta Pengelolaan Limbah Hasil Resirkulasi Gas Buang dari Kapal.

Hal tersebut juga didukung dengan diterbitkannya SK Dirjen Migas No. 0179.K/DJM.S/2019 Tentang Standar dan Mutu (spesifikasi) BBM jenis Marine Fuel Oil (MFO) rendah Sulfur yang dipasarkan di dalam negeri.

Sebagai wujud kehandalan kilang dan bentuk komitmen untuk turut mengurangi polusi udara terutama dari penggunaan bahan bakar kapal, PT Kilang Pertamina Internasional (PT KPI) Refinery Unit (RU) II Sungai Pakning memproduksi dan mengekspor perdana produk Low Sulphur Fuel Oil (LSFO), Minggu (17/07). Sebanyak 200 Mega Barrel (MB) produk bahan bakar kapal ramah lingkungan, LSFO V-1250, diproduksi dan dikapalkan menggunakan MT Sanggau dengan tujuan ekspor ke Malaysia.

Menyoali LSFO V-1250 Area Manager Communication, Relations, & CSR PT KPI RU II, Nurhidayanto, mengungkapkan bahwa produksi LSFO V-1250 juga sejalan dengan misi PT KPI dalam menjalankan bisnis kilang minyak dan petrokimia berwawasan lingkungan.

"Selain bentuk kepatuhan terhadap peraturan, produksi LSFO V-1250 ini juga merupakan wujud partisipasi PT KPI RU II Dumai-Sei Pakning dalam upaya mengurangi polusi yang timbul dari penggunaan bahan bakar kapal," ujar Nurhidayanto dalam keterangan tertulis yang diterima sejumlah awak media termasuk penulis.

"Kami harap akan semakin banyak inovasi yang diciptakan PT KPI RU II sehingga dapat memaksimalkan potensi kilang Dumai dan Sei Pakning dalam membuat produk-produk yang bernilai tinggi di pasaran," terang Nurhidayanto.

Ternyata dampak sulfur tidak main-main. Bahkan berdasarkan studi yang disampaikan pada _IMO's Marine Environment Protection Committee (MEPC) di Finlandia tahun 2016, misalnya, polusi udara dari bahan bakar kapal diproyeksi menambah 570.000 kematian prematur di seluruh dunia selama lima tahun bila kandungan sulfur tidak dibatasi.

"Produksi LSFO V-1250 ini menandakan kilang PT KPI Sei Pakning termasuk kilang yang fleksibel dalam memproduksi berbagai macam produk dan menjawab tantangan untuk bisa menghasilkan valuable product," tutur Manager Production Sei Pakning, Antoni R Doloksaribu dilain waktu.

Bak kata pepatah sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui begitu juga dengan BBM jenis LSFO V-1250. Disatu sisi merupakan wujud kepudulian Pertamina terhadap lingkungan. Disisi lain perusahaan itu dipastikan meraup dolar atau cuan melalui kegiatan ekspor.

Selain LSFO V-1250 PT KPI RU II Dumai-Sei Pakning juga memproduksi Pertadex 50 ppm pada tahun 2021 lalu termasuk Pertamax, High Speed Diesel (HSD) 50 ppm, B-10, B-20 dan Green Diesel (D-100) yang menjadi kebanggaan Presiden Joko Widodo.

Untuk nama terakhir D-100, merupakan produk bahan bakar hijau unggulan Pertamina yang juga dikenal dengan sebutan Hydrotreated Vegetable Oil (HVO).
Diketahui produk inovasi ini merupakan substitusi bahan bakar diesel dikenal lebih ramah lingkungan dapat digunakan langsung sebagai bahan bakar kendaraan ataupun memproduksi listrik hijau melalui penggunaan genset.

Seperti diketahui bahan bakar hijau yang diolah dari bahan baku nabati berupa Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) atau Cruide Palm Oil (CPO) yang getah dan baunya telah hilang. Belakangan mengantongi sertifikat International Sustainability and Carbon Certification (ISCC).

Melalui sertifikasi ISCC, produk HVO Pertamina memperoleh pengakuan dunia internasional bahwa penggunaan produk ini berkontribusi pada penurunan emisi karbon hingga 65-70 persen dari bahan bakar umumnya sehingga layak disebut sebagai green product. Terkini dipergunakan untuk mendukung pelaksanaan Jakarta E-Prix 2021.

Inovasi yang dilakukan putra-putri terbaik Indonesia yang bekerjasama dengan perguruan tinggi di tanah air melalui katalis merah putih itu telah diterima disejumlah Negara eropa yang dikenal ketat dengan produk ramah lingkungan, seperti Perancis, Inggris, Jerman dan lainnya.

Pertamina sendiri menyebut bahwa inovasi produk berbasis ramah lingkungan sebagai pengejewantahan dukungan terhadap SDG’s atau tujuan pembangunan berkelanjutan No 13 mengenai penanganan perubahan iklim.

Terkait produk BBM untuk kapal rendah sulfur, pemerhati maritim Kota Dumai yang juga seorang pelaut, Feriyanto menilai seyogianya produsen termasuk Pertamina memperhatikan rekomendasi International Maritime Organization (IMO).

“Apalagi Indonesia juga bergabung dengan organisasi yang berkantor pusat di London itu. Dengan sendirinya harus taat terhadap peraturan dan kebijakan organisasi,” ingatnya saat berbincang-bincang dengan penulis, Selasa (18/10).

Adapun tujuan IMO berdiri sebagaimana yang tercantum di dalam suatu Konvensi adalah; "untuk memberikan penggerak kerjasama antar Negara (States) dalam bidang peraturan pemerintah dan pelaksanaannya yang berhubungan dengan masalah-masalah teknis dari segala bentuk yang berkaitan dengan pelayaran.

Dengan memproduksi BBM untuk kapal yang mengandung sulfur rendah, lanjut dia, maka Pertamina memiliki dua keuntungan.

“Pertama sebagai BUMN notabene kepanjangan tangan Negara dengan sendirinya memenuhi atau mentaati peraturan IMO. Kedua secara bisnis tentu ini menguntungkan. Sebab, pangsa pasarnya jelas dan pasti. Apalagi jumlah kapal yang ada di dunia ini ratusan ribu jumlahnya dan wajib menggunakan BBM rendah sulfur yang terpenting kualitas, pelayanan dan aspek lainnya dijaga biar bisa bersaing dan memenangkan persaingan,” ingatnya.

Raup Keuntungan

Sementara itu, dibalik melemahnya ekonomi global bahkan disebut-sebut sejumlah pengamat menuju krisis yang dipicu Pandemi Covid-19 dan perang Rusia versus Ukraina berujung meningkatnya inflasi dibebarapa Negara di belahan dunia. Terkini Managing Director Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva meminta 190 negara anggota untuk bersiap-siap menghadapi "badai hebat" krisis ekonomi global yang sudah ada depan mata. Pernyataan tersebut diungkapkan Kristalia saat menutup pertemuana tahunan atau IMF Annual Meetings 2022 di Washington D.C., Amerika Serikat, Sabtu (15/10/2022).

“Kencangkan ikat pinggang dan terus berjalan,” ujar Kristalina seperti dilansir dari Bloomberg, Senin (17/10/2022).

Dikutip dari World Economic Outlook 2022, IMF memangkas perkiraan atau outlook pertumbuhan ekonomi global 2023 menjadi 2,7 persen. Perkiraan tersebut turun dari 2,9 persen pada Juli 2022 dan 3,8 persen pada Januari 2022. IMF menilai dua tahun pandemi Covid-19 yang diikuti meletusnya perang Rusia vs Ukraina berdampak signifikan pada penurunan aktivitas perdagangan global hingga turbulensi pasar keuangan.

Sekarang, kata IMF, krisis biaya hidup mengancam masyarakat dunia dimana kelompok paling rentan terkena dampak paling parah. Kondisi tersebut kian memburuk lantaran munculnya ancaman krisis pangan global di berbagai belahan dunia.

Meski ancaman krisis ekonomi global seperti dikemukakan ‘bos’ IMF tingal di depan mata. Namun kabar gembira sekaligus membangkitkan sikap optimis datang dari PT Kilang Pertamina Indonesia (KPI) Refinery Unit (RU) II Dumai dan Sungai Pakning, kok bisa? Ya dipertengahan tahun 2022 membukukan keuntungan kumulatif 13 persen dari estimasi yang ditargetkan.

Menurut Manager Production Dumai, Rudi Hartono, pencapaian ini membanggakan tidak terlepas dari peran serta pekerja plat merah yang disemangati melakukan terbaik bagi bangsa dan Negara.

"‎Ini tentunya tidak lepas atas sumbangsih dari kawan kawan semua. Tidak mudah mengubah mindset untuk bergerak dari zona nyaman. Tetapi dengan perhitungan yang matang, RU Dumai berhasil mencapai target maksimal produksi. Terima kasih kepada seluruh Perwira dan Pertiwi yang handal dan juga dukungan dari tim manajemen sekalian," kata Rudi dalam sebuah kegiatan baru-baru ini.

Lebih lanjut Rudi Hartono mengingatkan adanya skema perubahan proses bisnis yang terjadi di PT KPI. Diantaranya, lanjut dia, adanya legal endstate dari optimasi hilir for security of supply dengan ciri kilang beroperasi dengan berbagai faktor dan batasan (constraint).

"Serta optimasi bisnis didasarkan kepada market driven menjadi optimasi kilang for security of supply dan profit center dengan ciri kilang beroperasi dengan memaksimalkan potensi fasilitas yang ada serta optimasi bisnis didasarkan kepada product driven," ingatnya.

Keberhasilan itu, tambah Rudi, tidak terlepas dari inovasi yang dilakukan perusahaan yang disesuaikan dengan trend maupun permintaan pasar. Rudi pun mencontohkan inovasi yang dilakukan sesuai dengan isu global diantaranya bahan bakar ramah lingkungan.

Salah satunya, masih kata dia, diproduksinya Marine Fuel Oil (MFO) Low Sulfur di kilang Dumai sebanyak 1,8 juta Bbl dan 3,4 juta Bbl di kilang Sei Pakning.

"Melalui kedua kilang tersebut juga telah dihasilkan produk Pertamax sebanyak 174 MB, Pertadex 50 ppm sebanyak 493 MB serta Avtur sebanyak 726 MB," katanya.

Menyinggung laba yang diraup PT KPI RU II Dumai dan Sungai Pakning menyusul produksi BBM rendah sulfur, pemerhati ekonomi Kota Dumai Arif Azmi SE menilai langkah yang diambli PT Pertamina (Persero) melalui anak perusahaan dengan melakukan sejumlah inovasi dinilainya sudah tepat.

“Tentu kita memberikan apresiasi terhadap raihan capaian itu. Memang, inovasi sangat dibutuhkan seiring adanya perubahan pradigma atau trend dunia internasional termasuk BBM dengan segala aspeknya di tengah pandemi dan perang Rusia versus Ukraina yang imbasnya kemana-mana,” kata alumni salah satu perguruan tinggi di Kota Pekanbaru ini kepada penulis baru-baru ini.

Kunci untuk Tetap Eksis

Lantas sejauh mana ekses inovasi yang dilakukan PT KPI RU II Dumai dan Sungai Pakning dalam menghadapi perubahan-perubahan mindset dalam bisnis internasional atau global?

Untuk memperoleh jawaban ini, penulis pun melakukan wawancara dengan Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Kota Dumai Zulfan Isnaini.

Menurut Zulfan , inovasi yang diciptakan PT KPI RU II dengan memaksimalkan potensi kilang Dumai dan Sei Pakning dalam membuat produk-produk yang bernilai tinggi di pasaran merupakan langkah strategis dalam inovasi bisnis.

“Ini langkah strategis dan memang dalam melakukan bisnis apapun maka inovasi merupakan suatu keharusan karena dunia terus bergerak dengan nilai-nilai baru. Disisi lain, trend atau keinginan konsumen juga terus mengalami perubahan,” ingatnya

Yang takkalah penting dari itu, lanjut eksekutif muda itu, inovasi yang dilakukan Pertamina sesuai ketentuan IMO, LSFO dengan kandungan sulfur maksimal 0,5 persen merupakan wujud bentuk komitmen untuk turut mengurangi polusi udara terutama dari penggunaan bahan bakar kapal.

“Indonesia sebagai bagian dari warga dunia notabene harus mengikuti peraturan lembaga dunia. Apalagi Negara kita juga menjadi anggota IMO,” pungkasnya.

Lebih jauh Zulfan mengakui bahwa pandemi COVID-19 yang terjadi sejak awal tahun 2020 lalu nyaris memukul segala sektor termasuk transportasi, logistik, konsumsi tidak terkecuali industri Migas.

Kondisi ini, lanjut dia, diperparah dengan adanya perang antara Rusia versus Ukraina notabene merembet ke segala aspek bahkan sejumlah analis ekenomi menilai bahwa tahun 2023 diprediksi terjadinya resesi ekonomi global.

Kendati ekonomi tidak mengembirakan menyusul dua kondisi di atas. Namun, Zulfan tetap optimis bahwa iklim bisnis dalam komoditas apapun bisa bertahan atau tetap eksis termasuk industri minyak dan gas (Migas) dengan mempertimbangkan beberapa aspek.

Untuk itu, tambah dia, inovasi menjadi salah satu solusi tepat, agar bisnis dapat tetap bertahan di situasi yang tidak menguntungkan seperti saat ini.

Masih kata dia, ada banyak cara untuk memulai inovasi. Mulai dari merancang strategi bisnis yang lebih canggih, menciptakan sebuah produk yang tak terpikirkan oleh kompetitor dan sebagainya.

Aspek lainnya, lanjut Zulfan, PT KPI RU II Dumai dan Sungai Pakning memiliki tim kerja yang solid. Ini dilihatnya dari berbagai kegiatan yang dilakukan internal perusahaan dalam kerangka menciptakan kondisi itu.

“Seperti banyak yang diberitakan, mulai kopi bareng, pemberian nutrisi, outbond, pelatihan-pelatihan serta terobosan-terobosan dan sebagainya yang muara akhirnya tercipta tim solid dengan visi yang sama,” katanya.

Ditambahkannya, dalam situasi pandemi dan tak menentunya ekonomi dunia seperti saat ini, kekompakan sangat diperlukan guna menghadapi banyaknya tantangan. Dengan sendirinya bisa dipastikan bahwa karyawan atau tim memiliki visi dan kepentingan yang sama, yaitu mempertahankan bisnis.

“Dari informasi yang kita peroleh termasuk pemberitaan Pertamina kerap memberikan pelatihan, penerapan standar kesehatan dan keamanan dan kenyamanan area kerja. Jelas ini salah satu cara untuk meningkatkan semangat dan kekompakan antar pekerja,” ingatnya.

Faktor kedua, lanjut Zulfan, yakni mengutamakan keinginan pelanggan atau konsumen terhadap produk. Untuk hal ini, dia berpendapat Pertamina melakukan hal itu terlebih menciptakan BBM dengan kandungan sulfur rendah dan sebagainya.

Syarat ketiga, sambung dia, produk yang berkualitas. Ditengah ketatnya operator perusahaan Migas internasional maka kualitas prima sebuah produk merupakan pra syarat untuk memenangkan persaingan tersebut.

“Kita tahu dan sadar bahwa dalam hal memproduksi minyak tidak hanya Pertamina bahkan untuk level dunia Negara-negara maju juga memiliki perusahaan sejenis itu. Tapi, kita yakin dengan menjadikan kualitas sebagai unsur pertama maka Pertamina tetap eksis dan bersaing dengan perusahaan yang sudah punya nama,” ingatnya.

Memproduksi BBM rendah sulfur, lanjut Zulfan, dipastikan pengambil kebijakan di PT Pertamina (Persero) mengikuti perkembangan zaman.

“Zaman, trend dan sebagainya tidak bisa dilawan, yang ada bagaimana kita bisa mengikuti dengan mengkedepankan kualitas produk, tentunya,” katanya.

Terakhir, sambung dia, memaksimalkan penggunaan teknologi. Khusus untuk bisnis BBM dan Migas, kata Zulfan, maka aspek ramah lingkungan menjadi pra syarat utama.

“Kalau soal teknologi rasa-rasanya kita tidak sangsi dengan kemampuan putra-putri terbaik yang bekerja di perusahaan itu termasuk mengaplikasikannya,” terangnya.

Lalu seberapa jauh inovasi yang dilakukan Pertamina dalam kerangka meningkatkan pendapatan dan tetap eksis pada bisnis inti perusahaan? Untuk yang satu ini pemerhati ekonomi Riau, Annora Arsan SE menilai bahwa PT Pertamina (Persero) melalui anak-anak perusahannya terlebih yang bergerak di sektor hilir (pengelolahan, pen) telah melakukan sejumlah langkah antisipasi plus mengembangkan sejumlah strategi.

“Dalam bisnis apapun maka inovasi adalah salah satu syarat utama untuk tetap bertahan. Ini telah dilakukan Pertamina termasuk strategi lainnya. Seperti mengembangkan Energi Baru dan Terbarukan (EBT),” pungkasnya kepada penulis.

Lebih lanjut Annora menilai banyak perusahaan mendunia akhirnya gulung tikar karena salah satunya salah atau tidak tanggap dalam menerapkan teknologi.

“Perubahan tidak bisa dihindari apalagi dlawan termasuk trend, teknologi dan sebagainya. Ketika salah mengantisipasi maka alamat ‘karam’. Ini banyak terjadi pada perusahaan besar yang akhirnya tinggal nama. Dengan memanjakan konsumen serta mengikuti pasar otomatis pendapatan perusahaan bertambah,” ingatnya.

Apa yang dikatakan Annora Arsan SE tidak berlebihan. Ya, sebagai perusahaan kelas dunia, Pertamina seyogianya memenuhi standar internasional demi ekspansi ke pasar global, salah satunya care dengan aspek lingkungan hidup yang menjadi salah satu acuan perusahaan.

Menurut hemat penulis ini sejalan dengan permintaan pasar dunia terhadap produk energi bersih notabene sebagai bentuk keseriusan Pertamina untuk menerapkan strategi agresif di green business dalam road map net zero emission.

Ya, ketika isu lingkungan hidup menjadi salah satu trend dunia maka inovasi dilakukan tiada henti agar cuan tetap terjaga, dan kelangsungan perusahaan lebih terjamin. (yon rizal solihin)

 




[Ikuti PANTAURIAU.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar

Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 0813 6366 3104
atau email ke alamat : pantauriau@gmail.com
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan PANTAURIAU.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan