Nasional

Cerita Dibalik Keberania Gus Dur Pecat JK, SBY, Wiranto dan Laksamana Sukardi, Simak Yuk

dok net

PANTAU JAKARTA- Presiden keempat Abdurrahman Wahid pernah memberhentikan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla (JK) saat keduanya menjadi menteri. Gus Dur saat itu menilai Menko Polsoskam SBY sudah terlihat ingin menjadi presiden.

Cerita di balik pemecatan SBY dan JK tertulis dalam buku 'Mata Batin Gus Dur' karya Imam Anshori Saleh. Imam saat itu bertanya kepada Gus Dur alasan SBY dipecat.

"Ah, sampeyan itu nggak ngerti saja. Dia itu ingin sekali jadi Presiden," kata Gus Dur dengan enteng sebagaimana dilansir merdeka.com.

Dari sumber lain, pemberhentian SBY terkait dengan situasi politik yang semakin memburuk. Gus Dur mulai putus asa dan meminta SBY untuk menyatakan keadaan darurat. Yudhoyono, menolak dan Gus Dur memberhentikannya dari jabatannya beserta empat menteri lainnya dalam reshuffle kabinet pada 1 Juli 2001.

Imam baru sadar, yang diucapkan Gus Dur benar adanya ketika SBY terpilih sebagai Presiden pada Pilpres 2004. SBY mengalahkan calon petahana, Megawati Soekarnoputri. Gus Dur sudah mengetahui ambisi SBY empat tahun sebelumnya, yakni pada 2001.

JK Bohong ke Gus Dur

ke gus dur rev5

Jusuf Kalla, saat Gus Dur menjadi presiden, diangkat menjadi Menteri Perindustrian. Dalam suasana yang penuh ketegangan politik dan gaya kepemimpinan Gus Dur yang kontroversial, JK mengaku bahwa dia mempunyai kenangan yang terlupakan. Salah satunya dia pernah membohongi Gus Dur.

"Gus Dur doyan sekali memecat menteri. Setiap dua bulan sekali, Gus Dur memecat menteri. Sebenarnya, waktu itu saya sudah mau dipecat dua kali. Tapi, saya berhasil selamat," kata JK.

JK, waktu itu dia dipanggil Gus Dur ketika sedang berada di luar negeri. Tiba-tiba, Gus Dur memerintahkannya untuk kembali ke Tanah Air, segera. Tanpa pikir panjang, JK pulang dan segera menghadap atasannya. Dia berpikir ada masalah yang gawat.

"Anda sudah tidak bisa diajak bekerja sama lagi," begitu kenang JK mengutip ucapan Gus Dur ketika itu. Dengan penuh tanda tanya, JK mempertanyakan mengapa.

"Anda pergi ke luar negeri tanpa izin," kata JK kembali menirukan penyataan Gus Dur.

Akhirnya JK Dipecat

Mendengar itu, JK langsung berpikir panjang, bagaimana agar dirinya tidak dipecat. Entah dari mana idenya, tiba-tiba terlintas di pikirannya untuk menipu Gus Dur. Lalu, JK mengeluarkan sebuah kertas. Dengan percaya diri, JK menyerahkan lembar kertas itu pada Gus Dur.

"Ini surat izin dari Setneg," kata JK.

"Gus Dur tidak melihat. Nah karena saya tipu itu, saya selamat dari pemecatan. Tapi, pas sebulan kemudian, saya dipanggil lagi. Dan, kali itu, saya dipecat betulan," kata JK. [eko]

Beginilah tentang Gus Dur yang memecat SBY dan JK sebagai Menteri, Gus Dur memang banyak sekali membuat heboh pada saat menjabat sebagai presiden.

Hanya Gus Dur yang Berani

Salah satu konflik politik yang membuat pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur hanya berumur 2 tahun adalah perselisihannya dengan sejumlah partai politik yang mengusungnya.

Dikutip dari dari tribunnews.com, Salah satu keputusan Gus Dur yang memicu pertikaian dengan sejumlah partai politik dan berujung pemakzulan adalah ketika dia memutuskan mencopot Menteri Perdagangan dan Perindustrian yang saat itu dijabat Jusuf Kalla (JK).

Selain itu, Gus Dur juga mencopot Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Laksamana Sukardi.

Sebelum mencopot keduanya, Gus Dur juga mendepak sejumlah menteri lain dari Kabinet Persatuan Indonesia.

 

Gus Dur pernah mencopot Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto.

Bahkan dia menyampaikan niat untuk mencopot Wiranto saat dalam lawatan ke Eropa.

Keputusan mencopot Wiranto dari posisi Menko Polhukam dilakukan saat Gus Dur kembali ke Jakarta.

Gus Dur saat itu menyatakan Wiranto dicopot karena menjadi penghalang upayanya untuk melakukan reformasi militer.

Selain itu, Wiranto juga diduga terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Timor Timur (kini Republik Demokratik Timor Leste).

Mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mendengarkan pertanyaan wartawan saat menyampaikan 

Menteri lain yang turut dicopot oleh Gus Dur adalah Susilo Bambang Yudhoyono yang saat ketika itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan (Menko Polsoskam).

Penyebabnya adalah Gus Dur menyatakan SBY menolak perintah Presiden untuk menyatakan keadaan darurat pada Juni 2001.

Akan tetapi, keputusan Gus Dur melakukan perombakan kabinet adalah saat mencopot JK dan Laksamana.

Dalam buku Menjerat Gus Dur karya Virdika Rizky Utama, Gus Dur mengumumkan pencopotan Laksamana dan JK pada 24 April 2020.

Alasan Gus Dur mencopot keduanya karena mereka dituduh terlibat Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

Di sisi lain, kedua menteri yang dicopot Gus Dur merupakan politikus terpandang di masing-masing partainya.

Laksamana merupakan politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan disebut sebagai "anak kesayangan" sang Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.

Sedangkan JK adalah pengusaha sukses pemilik Grup Kalla dan salah satu penyumbang dana terbesar di Partai Golkar.

Saat itu pengaruh Golkar di panggung politik selepas peristiwa reformasi masih sangat kuat.

Langkah Gus Dur mencopot keduanya membuat pemerintahannya goyah. Sebab, PDI-P dan Partai Golkar yang tadinya mendukung justru berbalik arah.

Gus Dur juga tidak secara rinci menyampaikan perkara KKN apa yang dituduhkan kepada JK dan Laksamana.

Gus Dur hanya memberikan kumpulan fotokopi dokumen penting dugaan KKN yang dilakukan Jusuf Kalla setebal 400 halaman kepada Akbar Tandjung, Ketua Umum Partai Golkar.

Dalam laporan itu, Gus Dur menyatakan JK dianggap melakukan penyimpangan kasus proyek listrik, impor beras oleh Badan Urusan Logistik (Bulog), dan kebijakan pajak mobil mewah.

Akan tetapi, tuduhan itu sama sekali tidak pernah dibuktikan. JK dan Laksamana tidak terima dengan keputusan Gus Dur.

Akan tetapi, keputusan Gus Dur sudah bulat dan tak bisa dibantah lagi.

Hal itulah yang dinilai menjadi salah satu persoalan yang memicu perselisihan antara Gus Dur dan para tokoh politik seperti Megawati.

Bahkan beberapa anggota koalisi Poros Tengah seperti PAN dan PPP yang tadinya mendukung Gus Dur ikut berbalik menentang.

Ketegangan politik itu berakhir setelah MPR memutuskan mencopot Gus Dur dari jabatannya sebagai presiden, tanpa melalui mekanisme hukum atau proses pengadilan, pada 23 Juli 2001.

Gus Dur diketahui "menyudahi" kepemimipinannya sebagai Presiden RI setelah 21 bulan karena dilengserkan oleh para politisi Senayan.

Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli 2001 memutuskan mencabut mandat terhadap Gus Dur dan menetapkan Megawati, wakil Gus Dur kala itu, sebagai Presiden kelima RI.

Di tengah situasi politik yang memanas, Alissa menyaksikan dari dekat bagaimana sang ayah melewati hari-hari yang sulit.

Di ruang kerjanya di Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Jalan Kramat Raya Nomor 164, Jumat (22/7/2022), Alissa bercerita detik-detik peristiwa itu.

Seminggu sebelum Gus Dur lengser, sebagai anak pertama Alissa lah yang pertama kali dipanggil ayahnya.

Gus Dur berpesan agar semua keluarga dipindahkan dari Istana Negara ke rumah mereka di Ciganjur.

Ketika itu, massa pendukung dan penolak Gus Dur semakin ramai mengepung Istana. Gus Dur khawatir terjadi bentrokan besar.  Namun, saat itu Alissa menolak.

Dia terngiang cerita pelengseran Bung Karno yang terusir dari Istana Negara sendirian, tanpa satu pun sosok keluarga yang mendampingi.

Kisah Megawati yang kaget karena ayahnya sudah tak ada ketika pulang sekolah menjadi bayang-bayang. Saat itulah Alissa mengaku untuk pertama kali membantah perintah Gus Dur.

"Saya menolak, itu pertama kalinya saya menolak," ucap dia.

Saat itu terjadi dialog antara Alissa dengan Gus Dur.

Dia bertanya, mengapa Gus Dur begitu ngotot dengan mempertahankan jabatannya yang sedang di ujung tanduk.

Alissa mengungkapkan kekesalannya karena merasa Gus Dur adalah sosok yang bekerja untuk rakyat, tapi justru diperlakukan seperti seorang yang mementingkan diri sendiri dan dianggap kriminal.

"Pak, kenapa sih kok kita ngotot banget, kenapa kita enggak udah sih meninggalkan tempat ini. Kita itu (seperti) enggak bermartabat banget, sekan-akan kita kriminal," kata Alissa.

Alissa menggambarkan kondisinya saat itu memang sedikit tertekan dengan adanya aksi demonstrasi yang berkepanjangan di depan istana.

Terlebih saat itu dia dalam kondisi baru melahirkan anak pertama. Anaknya baru berusia 40 hari kala itu. Namun pertanyaan Alissa dijawab Gus Dur.

 

"Enggak bisa nak, kita itu memperjuangkan konstitusi, kebenaran itu enggak bisa di-voting," kata Gus Dur.

Puncak Gus Dur "merelakan" jabatannya sebagai seorang presiden adalah momen dia keluar Istana Merdeka dengan menggunakan celana pendek.

Alissa mengatakan, maksud hati memberitahu Gus Dur bahwa ada dua kelompok yang sedang bersahutan di depan Istana, tepatnya 23 Juli 2001 sekitar waktu maghrib di Jakarta.

Alissa mengatakan, di depan ada masa yang saling mengadu suara, satu berorasi meminta Gus Dur mundur, satu lagi masa pendukung Gus Dur yang menggelar istigosah.

"Itu maghrib, masih ada yang istigosah aku bilang begitu. Jadi itu antara yang demo orasi dan suara orang ngaji itu sama-sama kenceng, adu pengeras suara," tutur Alissa.

Terjadi dialog singkat antara Alissa dan Gus Dur.

"Oh iyo," sahut Gus Dur.

"Nggih itu masih banyak yang (juga) istigosah di luar, kalau begitu aku atau Yeni yang menemui mereka nggak papa-papa," lanjut Alissa ketika itu.

"Wis, enggak apa-apa, bapak wae rono (bapak saja ke sana)," jawab Gus Dur.

"Dari teras saja dadah-dadah (melambaikan tangan)," saran Alissa kepada ayahnya.

"Ya wis ayo," imbuh Gus Dur.

Saat  dituntun ke kamar untuk pakai celana panjang dan baju engkap, Gus Dur berhenti.

"Loh iki nangdi? (ini mau ke mana?)," Gus Dur bertanya.

"Enggak ganti baju dulu, Pak?"

"ENggak usah," jawab Gus Dur singkat kepada Alissa.

"Ya begitu, ya sudah maunya begitu. Akhirnya kita keluarnya begitu (menggunakan celana pendek)," kenang Alissa.

Saat Gus Dur keluar menggunakan kaos oblong dan celana pendek, massa pendukung Gus Dur yang sedang menggelar istigosah menangis sejadi-jadinya.

Setelah Gus Dur kembali masuk ke Istana, saat itulah beberapa Kyai memberitahukan di sekitar Jakarta sudah ada 3.000 santri yang siap mempertahankan Gus Dur di Istana Negara.

Sedangkan 300.000 santri lainnya akan tiba di Jakarta dengan segera. Mendengar kabar itu, Gus Dur berubah pikiran karena ada potensi konflik besar jika masa pendukungnya berbondong-bondong datang ke Istana Negara.

"Saya dipanggil lagi karena saya anak sulung, urusan belakang itu saya. Dipanggil Bapak, katanya 'besok kita keluar dari sini, kamu beresin semuanya' begitu," ungkap Alissa. 

"Kok berubah kenapa, Pak? Kan kemarin maunya mempertahankan ini."

"Wis (sudah), Nak, ini santri banyak yang ke sini, enggak ada jabatan yang layak dipertahankan dengan pertumpahan darah rakyat, dah kita keluar."

Setelah Gus Dur memutuskan meninggalkan Istana, pihak keluarga kemudian berembuk karena kesehatan Gus Dur juga menjadi pertimbangan untuk pulang.

Dokter yang merawat Gus Dur mengatakan, cedera dialami akibat stroke bisa saja kambuh di saat pikirannya sedang kritis.

Untuk itu, Gus Dur akhirnya memutuskan bertolak ke Amerika selain untuk berobat setelah keluar dari istana.***




[Ikuti PANTAURIAU.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar

Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 0813 6366 3104
atau email ke alamat : pantauriau@gmail.com
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan PANTAURIAU.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan