Artikel

Otoriter atau diktator

OTORITER  merupakan suatu sikap yang mengedepankan sikap sewenang-wenang, berkuasa sendiri dan melaksanakan kemauan atas kehendak sendiri tanpa memikirkan orang lain. 

Otoriter biasanya terjadi dalam dunia politik karena politik adalah salah satu jalan untuk kepemimpinan. Dalam dunia kepemimpinan di Indonesiatentu paham otoriter adalah paham yang sering dianggap salah oleh masyarakat karena Indonesia menganut negara demokrasi. Hal ini yang membuat masyarakat biasanya resah dengan aliran-aliran otoriter yang biasanya dilakukan oleh oknum pemimpin tertentu dalam sebuah institusi negara.

Karena undan-undang di Indonesia dan juga dasar negara di Indonesia tidak menganut paham otoriter yang dilaksanakan dalam memimpin sistem pemerintahan yang ada di Indonesia. 
   Diktator adalah kepala pemerintahan yang mempunyai kekuasaan secara mutlak dalam beberapa hal untuk memimpin sebuah negara. Biasanya diktator terjadi karena menganut sebuah paham tertentu yang tidak demokratis dan juga ingin menguasai seluruh elemen di dalam pemerintahan. Kepemimpinan diktator biasanya lahir dari sebuah kelompok yang menguasai suatu negara yang memaksakan kehendak karena biasanya kebal hukum dan tidak adanya pengawasan dalam suatu negara. 

Di dunia tentu banyak diktator yang diangkat menjadi presiden tetapi setelah diktator berkuasa negara tersebut sering terjadi pergolakan dan peperangan. Karena sistem yang sudah dirusak karena tidak mementingkan ham dan lebih mementingkan kepentingan politik diktator tersebut. 
  Otoriter dan diktator dalam dunia kepemimpinan adalah dua hal yang hampir sama tetapi memiliki perbedaan.  Otoriter lebih memiliki ruang disamping diktator. 

Tentu kedua hal ini tidak bisa diterapkan di Indonesia karena Indonesia adalah negara yang demokratis, karena undang-undang di Indonesia lebih mengedepankan hak-hak asasi manusia dan juga kepentingan rakyat diatas segalanya. Hal ini yang membuat masyarakat Indonesia tidak biasa dengan pemimpin yang diktator maupun otoriter. Karena berlawanan dengan azas-azas pancasila yang telah mengatur kehidupan bernegara rakyat Indonesia. 

   Tetapi tidak semua lembaga negara yang bersih dari praktik diktator dan otoriter karena ada oknum-oknum pemimpin yang menyalahgunakan kekuasaan untuk mengatur anggota karena terjadi penyalahgunaan kekuasaan. Hal ini tidak hanya terjadi dalam intansi yang sudah besar saja, bahkan di intansi yang lebih kecil, banyak praktik-praktik diktator kecil yang baru seumur jagung menjadi pemimpin sudah menunjukkan aura otoriter. 

Tentu penulis berpikir pemimpin tersebut apabila sudah menjadi besar akan menjadi diktator. Hal ini yang perlu dihindari karena ketika kita menjadi seorang pemimpin yang otoriter tentu anggota akan lebih senang dengan integritas yang diberikan oleh pemimpin tersebut. 
   Penulis juga pernah melihat seorang pemimpin lembaga negara di tingkat yang rendah juga melakukan praktik nepotisme terhadap anggota. Tidak berlaku baik dengan sesama anggota tentu adalah hal yang membuat anggota yang lain tertawa. 

Terkadang penulis melihat menjadi pemimpin itu harus dihormati, disegani, dan lainnya. Tentu hal ini adalah kebalikan dari apa yang disebut dengan sistem demokrasi karena pemimpin adalah pelayann masyarakat tentu masyarakat yang melayani pemimpin bukan pemimpin yang minta dilayani. Hal ini yang perlu diluruskan oleh diktator kecil dalam lembaga pemerintahan karena ketika masih kecil ekor diktator bagi seseorang pemimpin sudah bisa dilihat sebelum menjadi besar. 

  Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mendengarkan aspirasi dari masyarakat bukan pemimpin yang  hanya suka dipuji-puji karena keberhasilan. Keberhasilan suatu sistem pemerintahan negara adalah keberhasilan bersama karena negara adalah milik rakyat bukan milik seorang otoriter. 

Kita boleh melihat pemimpin  yang otoriter akan padam dengan sendirinya, contohnya saja banyak presiden yang otoriter  bahkan diktator bersama rezim militer runtuh akibat cara memimpin yang tidak pro terhadap masyarakat. Tetapi hal ini berlaku bagi sebuah negara, karena di lingkungan sistem pemerintahan terendah di Indonesia masih banyak praktik ketua adalah raja diberlakukan. 

     Ketua adalah raja membuat masyarakat terkejut karena dengan doktrin, paham, dan pengalaman yang dia punya untuk menakut-nakuti masyarakat. Hal ini yang terlalu lucu bagi penulis karena tidak semua masyarakat itu bisa dibodohi dan juga tidak semua masyarakat tersebut bisa menuruti kemauan kita sebagai pemimpin yang dielu-elukan di depan kita. 

Banyak pemimpin yang suka dipuji-puji karena dia adalah raja. Hal ini adalah sebuah penyelewengan paham karena memimpin intansi negara tidak sama dengan memimpin kerajaan. Contoh Ketua adalah raja merupakan otoriter kecil yang terjadi di intansi kecil pemerintahan pada saat ini yang mana ini akan menyebabkan rusaknya demokrasi di kalangan masyarakat.

 Untuk itu, menjadi pemimpin bukanlah sarana untuk memperlihatkan kita hebat, menjadi pemimpin bukanlah tempat untuk membanggakan diri bahwa kita itu kuat dan layak dipuji tetapi menjadi pemimpin adalah amanat yang dipertanggungjawabkan. 

Karena menjadi pemimpin yang otoriter di dalam sebuah intansi membuat kita hancur untuk kedepannya. Hal ini yang perlu digarisbawahi bahwa Ketua itu bukanlah raja, karena menurut penulis Ketua adalah budak yang bekerja untuk mengayomi masyarakat bukan masyarakat yang mengayomi Ketua.


Penulis Adalah Abdul Jamil Al Rasyid  Lahir di Padang Pariaman, Mahasiswa Jurusan Sastra Minangkabau Universitas Andalas




[Ikuti PANTAURIAU.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar

Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 0813 6366 3104
atau email ke alamat : pantauriau@gmail.com
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan PANTAURIAU.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan